PLTA dapat beroperasi
sesuai dengan perancangan sebelumnya, bila mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang potensial sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan dalam pengoperasian
PLTA tersebut. Pada operasi PLTA tersebut, perhitungan keadaan air yang masuk
pada waduk / dam tempat penampungan air, beserta besar air yang tersedia dalam
waduk / dam dan perhitungan besar air yang akan dialirkan melalui pintu saluran
air untuk menggerakkan turbin sebagai penggerak sumber listrik tersebut,
merupakan suatu keharusan untuk dimiliki, dengan demikian kontrol terhadap air
yang masuk maupun yang didistribusikan ke pintu saluran air untuk menggerakkan
turbin harus dilakukan dengan baik, sehingga dalam operasi PLTA tersebut, dapat
dijadikan sebagai dasar tindakan pengaturan efisiensi penggunaan air maupun
pengamanan seluruh sistem, sehingga PLTA tersebut, dapat beroperasi sepanjang
tahun, walaupun pada musim kemarau panjang.
Kapasitas PLTA
diseluruh dunia ada sekitar 675.000 MW ,setara dengan 3,6 milyar barrel minyak
atau sama dengan 24 % kebutuhan listrik dunia yang digunakan oleh lebih 1 milyar
orang.
Dalam penentuan pemanfaatan suatu
potensi sumber tenaga air bagi pembangkitan tanaga listrik ditentukan oleh tiga
faktor yaitu:
a. Jumlah air yang tersedia, yang
merupakan fungsi dari jatuh hujan dan atau salju.
b. Tinggi terjun yang dapat dimanfaatkan,
hal mana tergantung dari topografi daerah tersebut.
c. Jarak lokasi yang dapat dimanfaatkan
terhadap adanya pusat-pusat beban atau jaringan transmisi.
Secara umum, komponen-komponen yang ada pada sistem
tenaga listrik, antara lain sebagai berikut.
1.
Stasiun
pembangkit
2.
Stasiun
trafo penaik tegangan
3.
Jaringan
transmisi primer
4.
Gardu
induk transmisi
5.
Jaringan
transmisi sekunder
6.
Stasiun
trafo step down
7.
Jaringan
distribusi primer
8.
Stasiun
trafo distribusi
9.
Jaringan
distribusi sekunder
Gambar skema aliran PLTA
Dam berfungsi untuk menampung air dalam jumlah besar karena
turbin memerlukan pasokan air yang cukup
dan stabil. Selain itu dam juga berfungsi untuk pengendalian banjir.
Jumlah
daya listrik yang dapat dibangkitkan pada suatu pusat pembangkit listrik tenaga
air tergantung pada ketinggian (h) dimana air jatuh dan laju aliran
airnya. Ketinggian (h) menentukan besarnya energi potensial (EP) pada
pusat pembangkit (EP = m x g x h). Laju aliran air
adalah volume dari air (m3) yang melalui penampang kanal air per detiknya (q
m3/s). Daya teoritis kasar (P kW) yang tersedia dapat ditulis sebagai:
Daya
yang tersedia ini kemudian akan diubah menggunakan turbin air menjadi daya
mekanik. Karena turbin dan peralatan elektro-mekanis lainnya memiliki efisiensi
yang lebih rendah dari 100% (biasanya 90% hingga 95%), daya listrik yang
dibangkitkan akan lebih kecil dari energi kasar yang tersedia.
Laju
q dimana air jatuh dari ketinggian efektif h tergantung dari besarnya
luas penampang kanal. Jika luas penampang kanal terlalu kecil, daya keluaran
akan lebih kecil dari daya optimal karena laju air q dapat lebih
besar. Di lain pihak, ukuran kanal tidak dapat dibuat besar secara sembarangan
karena laju air q yang melalui kanal tergantung dari laju pengisian
air pada reservoir air di belakang bendungan.
Volume
air pada reservoir dan ketinggian h yang bersangkutan, tergantung dari
laju air yang masuk ke dalam reservoir. Selama musim kering, ketinggian air
pada reservoir dapat berkurang karena jumlah air dalam reservoir lebih sedikit.
Selama musim hujan, ketinggiannya dapat naik kembali karena air yang masuk dari
berbagai aliran air yang mengisi bendungan. Fasilitas pembangkit listrik tenaga
air harus di desain untuk menyeimbangkan aliran air yang digunakan untuk
membangkitkan energi listrik dan jumlah air yang mengisi reservoir melalui
sumber alami seperti curahan hujan, salju, dan aliran air lainnya.
Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi
energi mekanik. Air akan memukul sudut – sudut dari turbin sehingga turbin
berputar. Perputaran turbin ini di hubungkan ke generator.Berikut kontrusi
bagian-bagian turbin :
Agar generator bisa menghasilkan
listrik, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- Putaran
Putaran
rotor dipengaruhi oleh frekuensi dan jumlah pasang kutub pada rotor, sesuai
dengan persamaan:
η = 60 . f / P
dimana:
η : putaran
f : frekuensi
P : jumlah pasang kutub
Jumlah kutub pada rotor di PLTA
Saguling sebanyak 9 pasang, dengan frekuensi system sebesar 50 Hertz, maka
didapat nilai putaran rotor sebesar 333 rpm.
2.
Kumparan
Banyak
dan besarnya jumlah kumparan pada stator mempengaruhi besarnya daya listrik
yang bisa dihasilkan oleh pembangkit
3.
Magnet
Magnet
yang ada pada generator bukan magnet permanen, melainkan dihasilkan dari besi
yang dililit kawat. Jika lilitan tersebut dialiri arus eksitasi dari AVR maka
akan timbul magnet dari rotor.
Sehingga didapat persamaan:
E = B . V . L
Dimana:
E : Gaya elektromagnet
B : Kuat medan magnet
V : Kecepatan putar
L : Panjang penghantar
Dari
ketiga hal tersebut, yang bernilai tetap adalah putaran rotor dan kumparan,
sehingga agar beban yang dihasilkan sesuai, maka yang bisa diatur adalah sifat
kemagnetannya, yaitu dengan mengatur jumlah arus yang masuk. Makin besar arus
yang masuk, makin besar pula nilai kemagnetannya, sedangkan makin kecil arus yang
masuk, makin kecil pula nilai kemagnetannya
Travo digunakan untuk menaikan tegangan arus bolak balik (AC)
agar listrik tidak banyak terbuang saat dialirkan melalui transmisi. Travo yang
digunakan adalah travo step up..
Kemudian di salurkan ke transformator untuk menyalurkan
tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya,
dengan frekuensi sama. Dalam pengoperasiannya, transformator-transformator
tenaga pada umumnya ditanahkan pada titik netral, sesuai dengan kebutuhan untuk
sistem pengamanan atau proteksi. Sebagai contoh transformator 150/70 kV
ditanahkan secara langsung di sisi netral 150 kV, dan transformator 70/20 kV
ditanahkan dengan tahanan di sisi netral 20 kV nya. Transformator yang telah
diproduksi terlebih dahulu melalui pengujian sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Dasar dari teori transformator adalah
sebagai berikut :
“Apabila ada arus listrik bolak-balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi magnit dan apabila magnit tersebut dikelilingi oleh suatu lilitan maka pada kedua ujung lilitan tersebut akan terjadi beda tegangan mengelilingi magnit, sehingga akan timbul gaya gerak listrik (GGL)”. Dan selanjutnya Transmisi berguna untuk mengalirkan listrik dengan di bantu kabel-kabel yang memiliki tegangan tinggi dari PLTA ke rumah – rumah atau industri. Sebelum listrik kita pakai tegangannya di turunkan lagi dengan travo step down.
“Apabila ada arus listrik bolak-balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi magnit dan apabila magnit tersebut dikelilingi oleh suatu lilitan maka pada kedua ujung lilitan tersebut akan terjadi beda tegangan mengelilingi magnit, sehingga akan timbul gaya gerak listrik (GGL)”. Dan selanjutnya Transmisi berguna untuk mengalirkan listrik dengan di bantu kabel-kabel yang memiliki tegangan tinggi dari PLTA ke rumah – rumah atau industri. Sebelum listrik kita pakai tegangannya di turunkan lagi dengan travo step down.
System pengaliran tenaga listrik
Tegangan keluaran (output)
generator di pusat pembangkit 11 KV dinaikkan melalui trafo penaik tegangan (step
up) menjadi 500 KV. Tegangan itu kemudian dialairkan melalui jaringan
transmisi primer 500 KV dan melalui trafo penurun tegangan (step down)
di gardu induk transmisi, tegangan 500 KV diturunkan menjadi tegangan transmisi
sekunder 150 KV. Tegangan listrik pada jaringan transmisi yang masih tinggi ini
belum bisa dipakai secara langsung oleh konsumen. Untuk itu perlu diturunkan
menjadi tegangan menengah (kurang lebih 20 KV) melalui stasiun trafo step down
yang ada pada gardu induk distribusi. Jaringan distribusi primer 20 KV sebagian
bisa dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen yang memerlukan catu daya
tegangan 20 KV, misalnya pada industri-industri besar. Sedangkan untuk menyuplai
tenaga listrik tegangan rendah (220 V), misalnya untuk penerangan rumah tangga,
rumah sakit, dan sebagainya, maka tengangan distribusi primer 20 KV diturunkan
menjadi tengangan rendah 220 V melalui trafo step down yang selanjutnya
dialirkan melalui jaringan distribusi sekunder.
A.
Sistem Interkoneksi Kelistrikan
Sistem interkoneksi kelistrikan merupakan sistem terintegrasinya seluruh
pusat pembangkit menjadi satu sistem pengendalian.
Dengan cara ini akan diperoleh suatu keharmonisan antara
pembangunan stasiun pembangkit dengan saluran transmisi dan saluran disribusi
agar bisa menyalurkan daya dari stasiun pembangkit ke pusat beban secara
ekonomis, efesien, dan optimum dengan keandalan yang tinggi.
Keandalan sistem merupakan probabilitas bekerjanya suatu peralatan dengan
komponen-komponennya atau suatu sistem sesuai dengan fungsinya dalam periode
dan kondisi operasi tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi keandalan sistem
tersebut adalah kemampuan untuk mengadakan perubahan jaringan atau peralatan
pembangkitan dan perbaikan dengan segera terhadap peralatan yang rusak.
Keuntungan sistem interkoneksi, antara lain bisa memperbaiki dan
mempertahankan keandalan sistem, harga operasional relatif rendah sehingga
menjadikan harga listrik per KWH yang diproduksi lebih murah. Hal ini dengan
asumsi bahwa pembangunan pembangkit dengan kapasitas yang besar akan menekan
harga listrik.
·
Prinsip
Dasar Sistem Interkoneksi
Jika suatu daerah memerlukan beban listrik yang lebih besar dari kapasitas
bebannya maka daerah itu perlu beban tambahan yang harus disuplai dari 2
stasiun yang jaraknya cukup jauh. Agar diperoleh sistem penyaluran tenaga
listrik yang baik, diperlukan sistem interkoneksi. Dengan interkoneksi
dimungkinkan tidak terjadi pembebanan lebih pada salah satu stasiun dan
kebutuhan beban bisa disuplai dari kedua stasiun secara seimbang. Sistem
interkoneksi sederhana dengan 2 buah stasiun.
Kedua stasiun pembangkit SI dan S2, selain memberikan arus listrik pada
beban di sekitarnya, juga menyalurkan arus listrik I1 dan I2 pada beban melalui
jaringan transmisi 1 dan 2. Stasiun tenaga dihubungkan dengan menggunakan
interkonektor, sedangkan penyaluran tenaga listrik berlangsung seperti
ditunjukkan anak panah pada gambar berikut. Oleh karena beban lokal di sekitar
stasiun dihubungkan pada stasiun S1 dan S2 maka tegangan pada bus barnya harus
dijaga agar konstan seperti tegangan pada beban konsumen. Agar kedua jaringan
transmisi bisa menyalurkan daya yang sama dan sistem beroperasi pada terminal
yang sama, maka diperlukan peralatan regulasi yang dipasang pada akhir
pengiriman masing-masing jaringan transmisi dan interkonektor.
Untuk memperoleh stabilitas operasi dari sistem interkoneksi stasiun
pembangkit, maka kedua sistem harus diinterkoneksikan melalui sebuah reaktor,
sehingga tenaga listrik akan mengalir dari stasiun satu ke stasiun lainnya
sebagaimana diperlukan pada kondisi operasi.
B.
Gangguan
pada Sistem Tenaga Listrik
1.
Faktor-faktor Penyebab Gangguan
Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak komponen
dan sangat kompleks. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada sistem tenaga listrik, antara lain sebagai berikut.
a.
Faktor
Manusia
Faktor ini terutama menyangkut kesalahan atau kelalaian
dalam memberikan perlakuan pada sistem. Misalnya salah menyambung rangkaian,
keliru dalam mengkalibrasi suatu piranti pengaman, dan sebagainya.
b.
Faktor
Internal
Faktor
ini menyangkut gangguan-gangguan yang berasal dari sistem itu sendiri. Misalnya
usia pakai (ketuaan), keausan, dan sebagainya. Hal ini bias mengurangi
sensitivitas relai pengaman, juga mengurangi daya isolasi peralatan listrik
lainnya.
c.
Faktor
Eksternal
Faktor
ini meliputi gangguan-gangguan yang bersal dari lingkungan di sekitar sistem.
Misalnya cuaca, gempa bumi, banjir, dan sambaran petir. Di samping itu ada
kemungkinan gangguan dari binatang, misalnya gigitan tikus, burung, kelelawar,
ular, dan sebagainya.
2.
Jenis
Gangguan
Jika ditinjau dari sifat dan penyebabnya, jenis gangguan
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.
Tegangan
Lebih (Over Voltage)
Tegangan lebih merupakan suatu gangguan akibat tegangan
pada sistem tenaga listrik lebih besar dari seharusnya.
Gangguan tegangan lebih dapat terjadi karena kondisi
eksternal dan internal pada sistem berikut ini.
1)
Kondisi
Internal
Hal
ini terutama karena isolasi akibat perubahan yang mendadak dari kondisi
rangkaian atau karena resonansi. Misalnya operasi hubung pada saluran tanpa
beban, perubahan beban yang mendadak, operasi pelepasan pemutus tenaga yang
mendadak akibat hubungan singkat pada jaringan, kegagalan isolasi, dan
sebagainya.
2)
Kondisi
Eksternal
Kondisi
eksternal terutama akibat adanya sambaran petir. Petir terjadi disebabkan oleh
terkumpulnya muatan listrik, yang mengakibatkan bertemunya muatan positif dan
negatif.pertemuan ini berakibat terjadinya beda tegangan antara awan bermuatan
posisif dengan muatan negatif, atau awan bermuatan positif atau negatif dengan
tanah. Bila beda tegangan ini cukup tinggi maka akan terjadi loncatan muatan
listrik dari awan ke awan atau dari awan ke tanah.
Jika
ada menara (tiang) listrik yang cukup tinggi maka awan bermuatan yang menuju ke
bumi ada kemungkinan akan menyambar menara atau kawat tanah dari saluran
transmisi dan mengalir ke tanah melalui menara- dan tahanan pentanahan menara.
Bila arus petir ini besar, sedangkan tahanan tanah menara kurang baik maka kan
timbul tegangan tinggi pada menaranya. Keadaan ini akan berakibat dapat
terjadinya loncatan muatan dari menara ke penghantar fase. Pada penghantar fase
ini akan terjadi tegangan tinggi dan gelombang tegangan tinggi petir yang
sering disebut surja petir. Surja petir ini akan merambat atau mengalir menuju
ke peralatan yang ada di gardu induk.
b.
Hubung
Singkat
Hubung singkat adalah terjadinya hubungan penghantar
bertegangan atau penghantar tidak bertegangan secara langsung tidak melalui
media (resistor/beban) yang semestinya sehingga terjadi aliran arus yang tidak
normal (sangat besar). Hubung singkat merupakan jenis gangguan yang sering
terjadi pada sistem tenaga listrik, terutama pada saluran udara 3 fase.
Meskipun semua komponen peralatan listrik selalu diisolasi dengan isolasi
padat, cair (minyak), udara, gas, dan sebagainya. Namun karena usia pemakaian,
keausan, tekanan mekanis, dan sebab-sebab lainnya, maka kekuatan isolasi pada
peralatan listrik bisa berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Hal ini akan
mudah menimbulkan hubung singkat.
Pada beban isolasi padat atau cair, gangguan hubung
singkat bisanya mengakibatkan busur api sehingga menimbulkan kerusakan yang
tetap dan gangguan ini disebut gangguan permanen (tetap). Pada isolasi udara
yang biasanya terjadi pada saluran udara tegangan menengah atau tinggi, jika
terjadi busur api dan setelah padam tidak menimbulkan kerusakan, maka gangguan
ini disebut gangguan temporer (sementara). Arus hubung singkat yang begitu
besar sangat membahayakan peralatan, sehingga untuk mengamankan perlatan dari
kerusakan akibat arus hubung singkat maka hubungan kelistrikan pada seksi yang
terganggu perlu diputuskan dengan peralatan pemutus tenaga atau circuit
breaker (CB).
Gangguan hubung singkat yang sering terjadi pada sistem
tenaga listrik 3 fase sebagai berikut.
1)
satu
fase dengan tanah
2)
fase
dengan fase
3)
2
fase dengan tanah
4)
Fase
dengan fase dan pada waktu bersamaan dari fase ke 3 dengan tanah
5)
3 fase
dengan tanah
6)
Hubung
singkat 3 fase
Empat jenis gangguan pertama menimbulkan arus gangguan
tidak simetris (unsymetrical short-circuit). Sedangkan dua jenis
gangguan terakhir menimbulkan arus gangguan hubung singkat simetris (symtrical
short-cirt\cuit). Perhitungan arus hubung singkat sangat penting untuk
menentukan kemampuan pemutus tenaga dan untuk koordinasi pemasangan relai
pengaman.
c.
Beban
Lebih (Over Load)
Beban lebih merupakan gangguan yang terjadi akibat
konsumsi energi listrik melebihi energi listrik yang dihasilkan pada
pembangkit. Gangguan beban lebih sering terjadi terutama pada generator dan
transfornator daya. Ciri dari beban lebih adalah terjadinya arus lebih pada
komponen. Arus lebih ini dapat menimbulkan pemanasan yang berlebihan sehingga
bisa menimbulkan kerusakan pada isolasi. Pada tarnsformator distribusi sekunder
yang menyalurkan eneergi listrik pada konsumen akan memutuskan aliran melalui
relai beban lebih jika konsumsi tenaga listrik oleh konsumen melebihi kemampuan
transformator tersebut.
d.
Daya
Balik (Reserve Power)
Daya balik merupakan suatu gangguan berubahnya fungsi
generator menjadi motor (beban) pada sistem pembangkit tenaga listrik. Gangguan
ini terjadi pada sistem tenaga lsitrik yang terintegrasi (interconnected
system). Pada kondisi normal generator-generator yang tersambung secara
paralel akan bekerja secara serentak dalam membangkitkan tenaga listrik. Namun
karena sesuatu sebab, misalnya gangguan hubung singkat yang terlalu lama,
gangguan medan magnet, dan sebagainya, maka akan terjadi ayunan putaran rotor
sebagian dari generator pada sistem tersebut. Ayunannya bisa lebih cepat atau
lebih lambat dari putaran sinkron. Hal ini menyebabkan sebagian generator
menjadi motor dan sebagian berbeban lebih. Dengan demikian terjadi aliran
tenaga listrik yang berbalik, yaitu generator yang seharusnya menghasilkan
tenaga listrik, justru berbalik menjadi motor yang menyerap tenaga listrik.
Kejadian ini akan terjadi pada sistem tegangan tinggi atau ekstra tinggi yang
lebih luas, misalnya pada sistem tenaga listrik terintegrasi.
Cara untuk mengatasi
gangguan ini adalah dengan melepas generator yang terganggu atau melepas daerah
yang terjadi hubung singkat secepat mungkin. Gangguan ini dapat membahayakan
generator itu sendiri atau membahayakan sistemnya. Untuk mengamankan gangguan
di atas biasanya pada penyerentakan generator telah dilengkapi dengan relai
daya balik (reserve power relay).