Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun akibat adanya pencemaran yang berasal dari indsutri, telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tepat oleh kita semua. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang tepat akan menciptakan lingkungan kelestariannya terjaga, baik, dan sehat. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi: “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Perlindungan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatnm pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Contoh kasus pencemaran lingkungan oleh industri adalah pencemaran oleh perusahaan Exxonmobil Oil. Kasus pertama: penemuan cairan yang diduga kuat merkuri di areal bekas kegiatan Exxonmobil Oil (Exxon) di Desa Hueng Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Kasus lainnya yaitu pencemaran saluran air warga Desa Gampong Ampeh, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara berupa cairan minyak (oil) bekas milik perusahaan tersebut. Menurut Undang Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian, perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri. Industri mempunyai peran penting dalam perkembangan ekonomi bangsa. Oleh karena itu pembangunan sektor industri perlu dilakukan.Menurut Pasal 3 Undang Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang peindustrian, tujuan dari perindustrian diselenggarakan adalah:
a. mewujudkan Industri nasional sebagai pilar danpenggerak perekonomian nasional;
b. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
c. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;
d. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;
e. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
f. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
g. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Bagaimanapun positifnya tujuan pembangunan industri, tak dapat dipungkiri bahwa semua kegiatan industri kaan selalu mengasilkan limbah yang seringkali menimbulkan masalah bagi lingkungan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik atau rumah tangga. Limbah mempunyai karakteristik fisik, kimiawi, ataupun biologis sedemikian rupa sehingga memerlukan penanganan dan prosedur pembuangan khusus untuk menghindari resiko terhadap kesehatan kemanusiaan dan atau efek lain yang merugikan bagi lingkungan hidup.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan mencemarkan lingkungan hidup dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Sedangkan limbah non B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan berupa sisa, skrap, atau reja yang tidak termasuk dalam klasifikasi/ kategori limbah bahan berbahaya dan beracun. Perbedaan antara limbah B3 dengan dengan limbah non B3 terletak pada terkadnung tidaknya bahan berbahaya dan beracun pada limbah yang bersangkutan. Jika limbah tersebut mengandung B3 maka limbah tersebut dikatakan limbah B3, jika limbah tersebut tidak mengandung B3 maka limbah tersebut dikatakan limbah non B3.
Pada kasus Exxonmobil dengan pelanggaran seperti yang sudah disebutkan di atas akan mendapatkan citra kurang atau tidak baik dalam pandangan masyarakat. Seharusnya dengan adanya rasa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility-nya, Exxon Mobil akan banyak mengambil keuntungan dengan citra profil perusahaan yang baik di mata masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan pada hakekatnya merupakan bentuk kontribusi suatu perusahaan, dengan tujuan akhir menempatkan entitas bisnis untuk ikut serta mewujudkan pembangunan berkelanjutan (dalam hal ini termasuk usaha perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup).
Hal ini pun sejalan dengan industri hijau yang didengungkan oleh Undang Undang Perindustrian, dimana pengertian industri hijau itu sendiri adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk mewujudkan industri hijau sesuai Pasal 82 Undang Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian, perusahaan industri secara bertahap:
a. membangun komitmen bersama dan menyusun kebijakan perusahaan untuk pembangunan Industri Hijau;
b. menerapkan kebijakan pembangunan Industri Hijau;
c. menerapkan sistem manajemen ramah lingkungan; dan
d. mengembangkan jaringan bisnis dalam rangka memperoleh Bahan Baku, bahan penolong, dan teknologi ramah lingkungan.
Dengan kesadaran melaksanakan tanggung jawab sosialnya, perusahaan akan dapat melakukan tanggung jawab hukumnya pula. Tanggung jawab hukum sebagai subyek hukum membawa konsekuensi untuk menaati peraturan yang berlaku seperti ketentuan yang ditetapkan UUPPLH dan UU Perindustrian yang terkait dengan baku mutu lingkungan, AMDAL, pengelolaan limbah B3, dan pembuangan limbah, serta menghindarkan diri subyek hukum itu dari sanksi sanksi hukum yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan tersebut.
Baku mutu lingkungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 20 ayat (1) UUPPLH, bahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup untuk masing masing jenis baku mutu ditetapkan dengan peraturan pemerintah atau peraturan menteri. Selanjutnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUPPLH menyebutkan bahwa setiap usaha dan/ atau kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Exxonmobil dalam kasus ini harus memiliki AMDAL tersebut.
Mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dalam hal pengelolaan limbah B3 sesuai Pasal 59 UUPPLH, Exxonmobil berkewajiban melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya (ayat 1). Namun apabila tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolannya diserahkan kepada pihak lain (ayat 3). Kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan pejabat tersebut menentukan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipenuhi pengelola limbah B3 dalam izin. Berikutnya mengenai pembuangan limbah, exxonmobil dalam melakukan aktifitas pembuangan/dumping limbahnya harus mendapatkan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangnnya di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan tidak boleh di sembarang tempat sebagaimana diatur dalam isi Pasal 60 dan 61 UUPPLH.
Terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan mengenai hal tersebut di atas dalam hal ini pihak Exxonmobil telah melakukan pencemaran dan merugikan masyarakat sekitar, maka terhadap Exxonmobil dapat diterapkan upaya penegakan hukum. Upaya hukum yang dapat dilakukan tidak terbatas pada lingkup pengadilan saja namun di luar pengadilan pun dimungkinkan untuk dilakukan. Berbagai sanksi yang dapat diberikan terhadap exxon mobil adalah jalur administratif, jalur pidana, maupun jalur perdata.